SUDAHKAH ANDA MENJADI KOPITE ?
LIVERPUDLIAN ADALAH BERARTI WARGA KOTA LIVERPOOL. Tidak ada satupun quotes/ merchandises/ chants/ yells resmi LFC yg menyebutkan kata "Liverpudlian" yang merujuk kepada arti → supporter. Dan supporter LFC disebut KOPITE (dibaca: Kopayt), sedangkan bentuk jamaknya adalah KOPITES (dibaca: Kopayts). Lantas dari manakah semua kesalah-kaprahan ini berasal? Dalam chant "Poor Scouser Tommy", ada lyrics: "Oh, I am a Liverpudlian. And I come from The Spion Kop". Inilah awal mulakesalah-kaprahan tersebut di INDONESIA. Apa? Di Indonesia? Ya, benar, hanya di Indonesia saja kita mendengar pendukung LFC menyebut diri Liverpudlian. Di negara lain tak ada yang salah kaprah, mereka menyebut diri mereka KOPITE. Adapun makna dari lyrics tadi: si Tommy ini adalah prajurit Inggris yang dikirim ke Libya saat Perang Dunia II. Dan disetiap Dog Tag akan tertera dari Divisi manakah dia, dan dicantumkanlah bahwa dia berasal dari divisi di kota Liverpool. Itulah sebabnya sebelum tewas, dia berkata bahwa dia adalah seorang Liverpudlian (warga kota Liverpool). Namun, kecintaannya terhadap LFC membuat Tommy yang sedang sekarat pun tetap bangga mengaku sebagai seorang KOPITE (supporter LFC), dengan berkata bahwa dia tak hanya sebagai warga kota Liverpool semata, melainkan dia berasal dari The Spion Kop (salah satu tribun di stadion Anfield yang paling bawel ngchants pada saat itu).
Dengan keterbatasan informasi di Indonesia, terutama di era 1970 - awal 1980 an dimana kaum muda hanya mengenal sepakbola luar negeri melalui Dunia Dalam Berita, dan pertandingan final sepakbola hanya sesekali ditayangkan secara langsung oleh TVRI di pertengahan 1980 an, ditambah dengan lebih mudahnya menghafal kata Liverpudlian (karena memiliki susunan huruf yang mendekati Liverpool) dibandingkan "Kopites", dan ditambah dengan tingkat kesalah-kaprahan yang tinggi didalam penggunaan kata di masyarakat Indonesia, membuat penyebaran kesalahan makna "Liverpudlian" ini menjadi semakin cepat, dan malah menggeser Kopites sebagai istilah yang benar. Apalagi kemudian diperparah pula dengan watak kita semua yang "udah salah, ngotot pula". Dan juga watak "membiarkan kesalahan berlanjut karena gak mau repot", dan juga watak "berkelakar-bercanda diseputar kesalahan". Nah, sehingga akhirnya pada saat pertengahan 1990 an dimana persaingan TV Swasta mulai merebak, mengakhiri kejayaan tunggal RCTI dengan Decoder-nya, maka muncullah ide untuk menayangkan secara langsung pertandingan sepak bola Liga Inggris oleh salah satu Direktur Utama TV saat itu. Dan si presenter pertandingan di TV Indonesia kerap menyebut kata "Liverpudlian" saat dia berceloteh mengenai supporter LFC. Pengaruh media sangatlah luas, dan akhirnya mencuci otak para anak muda yang rata2 SMA atau baru masuk kuliah saat era pertengahan 1990 an itu. Mereka2 ini kerap berkumpul sepulang kuliah dan akhirnya semakin meluas pula kesalahan penggunaan kata "Liverpudlian" ini. Saat bertemu orang lain yang menggunakan t-shirt/ atribut LFC, akan dengan ramah disapa: "oh, kamu Liverpudlian juga yah?" yang semakin membuat penggunaan ngaco ini berlanjut. Hingga puncaknya adalah Twitter dimasa kini.
Lantas, dari manakah istilah KOPITES itu berasal? Ya, tepat. Rujukan kata itu bersumber dari THE KOP, atau The Spion Kop (salah satu tribun di stadion Anfield). Awalnya, penggunaan istilah Kopites ini disematkan kepada orang2 keturunan Scandinavia, terutama buruh-buruh kapal Norwegia, yang banyak berlabuh di Liverpool. Mereka ini lebih kasar, pemabuk, namun lebih "garis keras" dalam mendukung tim sepakbola (saat itu Everton lebih diminati oleh Liverpudlian -- warga kota Liverpool -- dibandingkan tim sekota yg baru muncul, LFC). Sedangkan penggunaan istilah The Kop ini bersumber dari penghargaan terhadap prajurit korban Second Boer War, dimana banyak prajurit Inggris yang tewas berasal dari kota Liverpool. Nah, pada perkembangannya, LFC tampak lebih menarik untuk disimak, sehingga para Liverpudlian (warga kota Liverpool) mulai menyematkan istilah KOPITES kedalam diri mereka, karena mereka turut melebur kedalam suasana mendukung LFC. Dan seiring dengan perjalanan waktu, sejarah demi sejarah ditorehkan oleh LFC, akhirnya muncullah sebutan bagi para supporter LFC yang non - Liverpudlian, bukan warga kota Liverpool, dengan sebutan WOOLS. Julukan ini "sedikit" bernada merendahkan, dalam artian: Wools hanya bisa mendukung lewat TV di negaranya, tak hadir disetiap pertandingan kandang di Anfield, atau tak nongkrong rutin di THE ALBERT (Pub diseberang The Kop). Para pendukung LFC (Kopites) notabene kini merupakan Liverpudlian (warga kota) dan tak lagi buruh kapal luar negeri, bahkan sebagian besar merupakan SCOUSER (sub-race/ suku bangsa berlogat). Sehingga saat kejayaan LFC berimbas ke dunia luas, maka penggunaan julukan "Wools" bagi supprter LFC non warga kota Liverpool pun semakin luas. DAN JIKA KALIAN MASIH NGOTOT MENGGUNAKAN ISTILAH "LIVERPUDLIAN" saat kalian nanti ke Anfield, maka bersiaplah untuk diejek oleh beberapa oknum Kopites yang mabuk. Biasanya mereka langsung mengenali kita sebagai tourist (turis), mereka akan ramah menyapa kita, dan jika kalian memang cinta LFC, maka katakanlah: "I am a Liverpool FC Kopite too, by the way", dan mereka akan semakin ramah dan akrab, menyapamu dengan jawaban: "Oh, so you are a Wool, glad to hear that. It's ring a bell for sure. Another pin, mate?". Tapi bayangkanlah jika kesalah-kaprahan penggunaan "Liverpudlian" ini terjadi, maka mereka akan langsung mengenali logat English kalian yang jelas2 sangat tidak ber-scouser, dan mereka (jika mabuk) akan mengejekmu meminta kalian mengeluarkan ID Card (Kartu Tanda Penduduk) kota Liverpool.
- Kesalahkaprahan penggunaan kata didalam bahasa Indonesia, dan serapan bahasa asing kedalam Bahasa Indonesia sangatlah mudah ditolerir. Dan sebagai sesama KOPITES, tentunya para Liverpudlian (warga kota Liverpool) -- jika bukan oknum yang sedang mabuk -- akan melayani kita dengan ramah, apalagi status kita sebagai tourist, sebagai Wools (pendukung LFC yg berasal dari luar kota Liverpool, bahkan luar negeri). Akhirnya, demi untuk menjalin silaturahmi, JIKA KAMU BERTANYA seperti ini: "Saya pendukung LFC, tapi saya bukan warga kota Liverpool. Apakah saya boleh menyebut diri saya sebagai seorang Liverpudlian?", maka karena keramahan mereka, para orang kota Liverpool ini akan menjawab: "Oh, tentu saja boleh" untuk menghargai perkenalan kalian. Dan inilah yang kemudian menyebabkan EVOLUSI BAHASA. Penggemar LFC di Indonesia sangatlah banyak, dan hampir semuanya menyebut mereka sebagai Liverpudlian, dan bukan Kopites. Please jangan menyebut kalian sebagai Wools, secara itu adalah "ejekan tidak langsung". Dan ditambah pula dengan adanya istilah EVERTONIAN bagi fans Everton FC dikalangan para Liverpudlian (warga kota Liverpool). Akhirnya, penyematan label "Liverpudlian" menjadi sangat maklum dikalangan para tourist. Dalam bahasa sinisnya, para Kopites akan "yaaaaaaaa, yaaaaaaaa, whatever" jika kalian mengaku2 sebagai Liverpudlian (padahal maksudnya adalah sebagai Kopites). Dan saking dimaklum-nya, akhirnya menjadi semakin maklum, kesalah-kaprahan semakin berlanjut, dan bahkan "dicantumkan" oleh seseorang (non Scouser) kedalam kamus tak resmi LFC bahwa → Liverpudlian adalah warga kota Liverpool, namun karena ada Evertonian (pendukung EFC), maka Liverpudlian juga dapat bermakna sebagai fans (penggemar) LFC. Ingat, fans ... PENGGEMAR, dan bukan seperti KOPITES yang bermakna sebagai SUPPORTER/ pendukung .....
Berdasarkan penjelasan tadi, maka kita semua semakin cerdas, sadar, dan mengerti. Ini bukan mengenai "setuju atau tidak setuju". Ini bukan mengenai "toleransi atau alibi tidak diterima". Ini mutlak mengenai kebiasaan salah kaprah didalam penggunaan bahasa asing. Ingat, budaya sepakbola di Inggris JAUUUUUHH melebihi budaya sepakbola di negara lain. Tak perlu disangkal, karena semua orang sudah tau siapakah bangsa pendiri olah raga yang satu ini. KESALAH-KAPRAHAN PENGGUNAAN BAHASA AKAN TERUS BERLANJUT DAN MENYEBAR, tinggal dari diri kalian, apakah kalian ingin semakin cerdas, atau kalian membandel dan ngotot dan tidak mau semakin mencerahkan pengetahuan. Nah, berikut dibawah ini akan saya beri sedikit "Glossary" untuk memudahkan kalian. Semoga kita semakin cerdas, dan mau menghargai budaya sepakbola di ranah Merseyside, atau Inggris pada umumnya, seperti kita menghargai budaya sepakbola di tanah air kita.
GLOSSARY:
- LIVERPUDLIAN : warga kota Liverpool, penduduk yang memiliki KTP Liverpool. Tidak harus bersuku bangsa/ berlogat Scouse. Ini sama seperti penduduk kota Bandung tidaklah harus seorang bersuku Sunda.
- EVERTONIAN : julukan bagi Liverpudlian (warga kota Liverpool) yang mendukung Everton Football Club. Kerap disebut sebagai Merseyside Blue.
- MERSEYSIDE : ini merupakan "state", wilayah di Inggris, seperti layaknya provinsi Jawa Barat di Indonesia. Kota Liverpool terletak di area Merseyside ini. Seperti halnya kota Bandung terletak di Jawa Barat.
- SCOUSE : sub-racial, merupakan suku bangsa yang berlogat. Seperti halnya Sunda, Jawa, Batak, Manado, Padang, Ambon, dll. Individunya/ orangnya disebut sebagai Scouser. Seorang Scouser tidak harus menjadi Liverpudlian (warga kota Liverpool), sama halnya seperti seorang Batak tidaklah harus tinggal di kota Medan/ di daerah Sumatera Utara. Dan seorang Scouser tidak berarti bahwa dia pendukung LFC, ataupun EFC, dll. Mungkin saja dia bahkan tidak suka olahraga sepakbola. Ini sama halnya seperti: belum tentu seorang suku Sunda mencintai PERSIB, bahkan mungkin belum tentu dia suka olahraga sepakbola.
- KOPITES : istilah bagi pendukung Liverpool Football Club (LFC). Individu: Kopite. Bentuk jamak: Kopites. Cara membaca: Kopayt, dan bentuk jamak: Kopayts. Tanyakan pada dirimu sendiri, apakah kalian fans (penggemar) LFC? Ataukah kalian merasa sebagai pendukung LFC? Julukan Kopites bermakna sebagai supporter (pendukung).
- WOOLS : bahasa Scouse, berarti: pendukung LFC yang berasal dari luar kota Liverpool, dan atau bahkan dari luar negeri. Wools kerap menjadi ejekan, karena dianggap sebagai pendukung layar kaca garis keras (pendukung LFC lewat TV, bukan rutin datang ke stadion).
- URCHINS : berbeda dengan bahasa Inggris, dalam slang word Scouse, kata Urchins berarti anak jalanan. Dan karena budaya sepakbola di Inggris sudah sangat mengakar, maka biasanya anak2 jalanan ini penggila sepakbola, pendukung garis keras, dijaman dahulu siap membunuh fans lawan. Mirip dengan kondisi atmosfir olahraga dalam negeri kita saat ini kan? Hehehe.
-THE URCHINS LFC: organisasi non resmi pendukung Liverpool FC.
- MEN OF SHANKLY: organisasi non resmi pendukung Liverpool FC
- MEN OF SHANKLY: organisasi non resmi pendukung Liverpool FC
- HE RED AND WHITE KOP: organisasi non resmi pendukung Liverpool FC.
-THE KOP: disebut juga Spion Kop. Nama dari salah satu tribun di stadion Anfield. Yang lainnya bernama: Main Stand, Anfield Road, Centenary Stand. Seluruh penonton wajib duduk saat menonton, namun para Kopites yang berada di tribun atas The Kop selalu berdiri, menyanyi, dan para Stewards (Satpam) sudah lelah menyuruh mereka menonton dengan sopan.
- TRAVELING KOP: julukan bagi Kopites yang "uji nyali", menonton LFC bertanding di kandang lawan, namun tetap nekad beratribut jersey - scarf LFC. Jadi jika ada member BIGREDS IOLSC yang menonton lintas regional, sebenarnya tidak bisa disebut Traveling Kop. Jika kalian menonton LFC v MUFC dikandang nonbar anak2 fans ManUtd, dan kalian tetap nekad berani mengenakan atribut LFC, maka itulah Traveling Kop! Makna aslinya: Kopites yang menonton ke Old Trafford, atau Stamford Bridge, misalnya.
- THE ALBERT: nama sebuah Pub terkenal yang terletak tepat didepan Paisley Gates, pintu masuk menuju THE KOP. Para Kopites yang tak kebagian tiket biasanya nonbar LFC disana. Namun, kini ada banyak Pub lain, sehingga jumlah penonton yang hadir nonbar di The Albert menjadi menurun kwantitasnya.
- LIVERBIRD: lambang kota Liverpool. Merupakan burung langka yang hidup di perairan Merseyside. Berwarna merah, dan memakan ganggang kering. Liverbird BUKANLAH Heron Bird (burung bango/ bangau). Jadi jika ada fans tim lawan yang menghina LFC sebagai tim burung bango/ bangau, maka jelaskanlah: A LIVERBIRD IS NOT A HERON BIRD!
======= Y N W A =======
Tidak ada komentar